Jadilah Seperti Jagung, Jangan Jambu Monyet!


sajamil.blogspot.com - Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam mendengar masyarakat Madinah berduyun-duyun ke kebun korma. Kepada para sahabat beliau menanyakannya. “Mereka akan melakukan penyerbukan bunga korma jantan dengan bunga korma betina,” jawab salah seorang sahabat. “Sekiranya mereka membiarkannya, tentulah lebih baik,” kata Nabi. Begitu sahabat mendengar sabda Nabi ini, mereka bergegas menyampaikan kepada penduduk yang berkebun supaya tidak melakukan penyerbukan lagi. Biarkan kurma berbuah secara alami. Waktu berlalu hingga datanglah musin panen raya, namun ternyata pohon kurma tidak berbuah sebagaimana tahun sebelumnya. Madinah tertimpa gagal panen setelah mereka mengikuti petunjuk Nabi. Para sahabat menyampaikan kegagalan ini kepada Nabi. Beliau mengakui, jika petunjuk itu bukan wahyu dan sahabat dibebaskan untuk melakukan rekayasa teknologi. “Baiklah untuk urusan agama kembalikanlah kepadaku sedangkan untuk urusan dunia, kalianlah yang lebih tahu,” kata Nabi. Manusia terbaik sekelas Muhammad shalallahu alaihi wassalam, tidak malu untuk mengakui kesalahannya. Sebuah eksperimen baru yang mengakibatkan negara Madinah gagal penen. Ada perkara-perkara yang beliau tidak kuasai seperti urusan teknologi. Kitapun mengernyitkan dahi, ketika menjumpai manusia yang jauh rendah kedudukannya dari Nabi dan Rasul justru menyombongkan diri. Hanya mungkin karena tubuh yang tegap, wajah nan ayu, IQ tinggi, jabatan yang dihormati atau harta yang akan ditinggal mati. Saat Mutharif bin Abdillah melihat seseorang yang berjalan dengan congkak, beliau menegurnya, “Wahai hamba Allah, cara berjalan seperti itu dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.” Orang itu justu semakin menunjukkan kesombongannya, “Kamu tidak tahu siapa saya?” Beliau menjawab, “Ya, aku mengenalmu dengan baik. Dahulu kamu hanyalah air mani yang hina, kelak menjadi bangkai yang busuk, dan kesana kemari membawa air kencing serta kotoran.” Kita diciptakan dari unsur yang sama, air yang hina. Apapun kita, akan kembali pada bentuk penciptaan pertama, tanah. Tak sepantasnya manusia berbangga diri dan meremehkan sesama, seperti apapun keadaanya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang imperiumnya membentang hingga timur dan barat suatu malam kedatangan seorang tamu. Saat itu beliau sedang menulis surat kenegaraan. Ditengah-tengah pembicaraan, tiba-tiba lampu meredup kehabisan minyak. Sang tamu menawarkan diri, “Wahai Amirul Mukminin, ijinkan saya menuangkan minyak lampu.” “Seseorang tidaklah punya harga diri jika ia menjadikan tamunya sebagai pembantunya,” tolak Umar. “Kalau begitu, biar saya bangunkan pelayan,” kata tamu itu. “Jangan, ia baru saja tidur,” jawab Umar. Umarpun bangkit dan menuangkan minyak dengan tangannya sendiri. “Apakah layak, Anda sebagai Amirul Mukminin melakukan ini sendiri?” tanya tamu itu keheranan. “Memang kenapa? Aku datang sebagai Umar dan aku pergipun sebagai Umar. Tidak ada sedikitpun yang berubah dariku. Sesungguhnya manusia yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling tawadhu'.” Maka jadilah jagung, ia membungkus bijinya yang banyak dan janganlah menjadi jambu monyet yang senang memamerkan bijinya walau cuma satu buah.

Jadilah jagung, jangan jambu monyet.
Jagung membungkus bijinya yang banyak, sedangkan jambu monyet
memamerkan bijinya yang cuma satu-satunya. 
Artinya: Jangan suka pamer.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHUTBAH IDUL FITRI 1445H/2024M

Khutbah Jum'at : Keutamaan Bulan Dzulqo'dah

Siapakah Drs. K.H Mudrik Qori, MA?